Indonesia Harus Waspada Jika China “Bermain Api” di Wilayah Natuna

Desakan agar pihak Indonesia tidak tinggal diam atas ulah kapal Tiongkok yang terus berulah dengan melakukan pelayaran di dekat perairan Natuna, terus bergulir. Sejumlah pihak bahkan mendesak militer Indonesia untuk lebih waspada terhadap segala kemungkinan atas masuknya kapal Tiongkok di perairan Natuna.

Hal ini menyusul, pasca China mengklaim perairan Natuna masuk dalam Nine Dashed Line yang mengacu pada peta kuno Tiongkok, namun hal itu telah dibantah oleh Pemerintah Indonesia, karena tidak berdasar dan tidak jelas koordinatnya. Untuk itu, atas segala kemungkinan yang terjadi dengan makin memanasnya perbatasan perairan Natuna dengan Laut China Selatan, Indonesia didesak sejumlah pihak untuk bersiaga jika ada kapal Tiongkok yang berani berlayar di dekat perairan Natuna, yang berbatasan dengan wilayah sengketa Laut China Selatan.

9 Dashed Line yang di klaim China di dekat Perairan sengketa Laut China Selatan.

9 Dashed Line yang di klaim China di dekat Perairan sengketa Laut China Selatan.

Bukan di Natuna ya, tapi laut di sekitar Natuna. Tentu Tiongkok bisa mengerahkan armadanya untuk berlayar ke daerah tersebut,” ucap diplomat senior dan ahli hukum laut internasional, Hasjim Djalal ketika ditemui di Universitas Indonesia, Kampus Salemba, Jakarta Pusat, Senin (13/6).

Permasalahannya, kata dia, pasti Indonesia tidak akan terima jika ada armada negara lain yang melintasi sekitar Natuna. “Makanya, kita selalu bersiap diri dan mengerahkan kekuatan TNI Angkatan Laut Indonesia untuk berjaga-jaga di daerah kedaulatan kita,” lanjutnya lagi.

Regu Patroli Indonesia saat menghalau kapal pencari ikan di kepulauan Natuna yang masuk dalam zona ekonomi Indonesia eksklusif, yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan. (foto : dok. AP)

Regu Patroli Indonesia saat menghalau kapal pencari ikan di kepulauan Natuna yang masuk dalam zona ekonomi Indonesia eksklusif, yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan. (foto : dok. AP)

Ia juga menegaskan bahwa permasalahan Laut China Selatan tentu berkaitan dengan hukum laut dan hukum teritorial. “Jika ada yang bertanya Laut China Selatan memiliki ZEE atau tidak, dari mana kita mengukurnya? Kalau fiery cross jelas tidak ada ZEE,” tandas Hasjim.

Menurutnya, Indonesia sebagai negara paling berpengaruh di ASEAN harus menjaga kedaulatannya di perairan Asia. “Selain itu, Indonesia juga harus bisa menjaga kestabilan perairan Asia Pasifik,” pungkasnya. Hasjim menyebut klaim nine dashed line Tiongkok di Laut China Selatan tak mendasar dan tidak jelas. Pada 2009, Tiongkok pernah mengajukan sembilan garis putus tersebut ke PBB, namun ditolak.

Sementara, Ahli Hukum Internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menghubungkan respon China di atas dengan upaya China untuk menegaskan kembali 9-Dashed Line (9 garis putus) di Laut China Selatan. “Belakangan ada indikasi bahwa China hendak menegaskan klaim 9 garis putus kepada Indonesia,” kata Hikamahanto dalam diskusi ‘Klaim 9-Dashed Line Tiongkok’ di UI Salemba, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (13/6).

Indonesia menempatkan sejumlah kapal perang di wilayah maritim Natuna untuk menjaga kedaulatan dari masuknya kapal tiongkok. (foto. merdeka.com/muhammad lutfhi rahman)

Indonesia menempatkan sejumlah kapal perang di wilayah maritim Natuna untuk menjaga kedaulatan dari masuknya kapal tiongkok. (foto. merdeka.com/muhammad lutfhi rahman)

Setidaknya Hikmahanto mencatat ada 3 indikasi terkait niat China tersebut. Bagaimana respon China atas dugaan illegal fishing di Natuna di atas adalah salah satunya. “Indikasi lain pemerintah China dalam melakukan protes tidak mendasar pada Pasal 73 (2) UNCLOS. Indikasi ketiga protes atas dasar tradisional fishing ground ketika para nelayan (China) ditangkap,” ujar Hikmahanto.

Hikmahanto menjelaskan, pemerintah RI harus firm terhadap hak berdaulat di zona maritim Natuna. “Memang Indonesia tidak memiliki sengketa kedaulatan dengan China atas pulau Natuna, tetapi Indonesia berpotensi memiliki sengketa atas hak berdaulat di zona maritim,” jelas Hikmahanto.

“Pemerintah harus memberi sinyal agar China tidak bermain api terkait hak berdaulat di zona maritim Natuna,” lanjutnya. Hikmanhanto menegaskan, Pihak Angkatan Laut, KKP dan Kementerian Luar Negeri RI harus tegas terhadap ZEE dan tidak bisa diam saja. Menurutnya, jika Indonesia tidak protes, sama artinya dengan membiarkan bahwa Perairan Natuna merupakan traditional fishing ground China. (marksman)

Sumber: metrotvnews.com, viva.co.id dan jpnn.com

Leave a comment